Minggu, 15 Desember 2019

Apresiasi Film “Qu’est-ce Qu’on A Fait Au Bon Dieu”




Sutradara       : Philippe de Chauveron
Produser        : Michael Goldberg, Romain Rojtman, & Boris Van Gils
Penulis            : Philippe de Chauveron & Guy Laurent
Tahun Rilis    2014
Pemain    Christian Clavier, Chantal Lauby, Ary Abittan, Medi Sadoun, Frédéric Chau,   Noom Diawara, Frédérique Bel, Julia Piaton, Émilie Caen, Élodie Fontan, Pascal N’Zonzi, Salimata Kamate, Tatiana Rojo.
1.      Sinopsis
Film ini menceritakan tentang kehidupan suatu keluarga yang orang tuanya memegang teguh kepercayaan mereka sebagai seorang yang beragama Katolik. Mereka mempunyai 4 orang anak perempuan. Beberapa anak mereka sudah menikah, 3 di antaranya menikah dengan laki-laki lain yang berbeda agama dan ras dengan mereka. Karena perbedaan agama dan ras yang dimiliki oleh menantu lelaki mereka tersebut maka Claude Verneuil dan Marie tersebut masih menentang keberadaan mereka bahkan setelah sudah resmi menjadi pasangan suami-istri. Harapan mereka hanya tersisa satu, yaitu sang anak bungsu mereka. Tetapi, sang anak bungsu sudah mempunyai seorang calon. Akankah Claude Verneuil dan Marie menerima calon yang sudah dipilih oleh sang anak bungsu?


(gambar memperlihatkan adegan di mana raut wajah ketidaksukaan yang terpatri di wajah Claude Verneuil dan Marie ketika anak ke-tiga mereka menikah)

2.      Analisis Intrinsik
a.      Tema : Sara

Sara pada film ini muncul di keseluruhan cerita. Dalam penceritaannya, sesama anggota keluarga, baik Claude, Marie, maupun menantu mereka seringkali membuat bercandaan maupun sindiran tentang etnis maupun agama yang dianut oleh mereka tersebut. Saat malam natal berlangsung pun, sang menantu lelaki yang tidak beragama Katolik malah datang saat ibadah malam Natal berlangsung di Gereja tempat Marie biasa beribadah. Berulangkali juga kalimat rasis sering dibicarakan oleh beberapa anggota keluarga.
b.      Alur : Maju
·         Eksposisi : Pembukaan film memperlihatkan tiga pernikahan beda agama dan ras yang dilakukan oleh ke-tiga anak keluarga Verneuil. Dapat dilihat raut wajah Claude Verneuil dan Marie yang terlihat tidak nyaman dan tidak suka dengan hal yang terjadi saat pernikahan berlangsung tersebut. Dilanjut dengan makan bersama seluruh anggota keluarga, banyak perbedaan pendapat yang terjadi saat makan bersama tersebut sehingga Claude dan Marie pergi dan tidak melanjutkan acara makan mereka lagi.
·         Klimaks : Ketika Claude dan Marie mengetahui bahwa anak bungsu mereka mempunyai pacar yang beragama Katolik tetapi berkulit hitam dengan pekerjaan sebagai komedian. Lalu, sang anak bungsu mendapat kecaman yang keras dari sang kakak dan kakak ipar yang mencari segala cara untuk membatalkan pernikahan mereka agar Marie tidak depresi berkepanjangan karena perbedaan yang dimiliki oleh calon menantu mereka.
·         Penyelesaian : Claude Verneuil akhirnya mencoba berdamai dengan orang tua dari pacar anak bungsunya tersebut dan akhirnya pernikahan mereka berlangsung dengan khidmat. Pada akhirnya, baik Marie maupun Claude dapat menerima perbedaan sang menantu mereka dan melanjutkan kehidupan keluarga mereka dengan baik dan tidak mengganggap perbedaan yang dimiliki adalah sebuah masalah.
c.       Tokoh dan penokohan :
1. Claude Verneuil : Seorang Gaulist. Ia sangat berharap salah satu anaknya menikah dengan seorang kaukasian beragama Katolik seperti dirinya. Iatidak begitu menyukai perbedaan yang ada di dalam keluarganya, ia harus menerima perbedaan agama dan etnis yang terdapat di keluarganya. Terkadang ia berkata hal yang rasis kepada menantunya.
2.  Marie Verneuil : Sebagai seorang ibu, ia sangat menyayangi ke-empat putrinya. Ia depresi karena perbedaan yang dimiliki oleh ke-tiga menantunya tetapi perlahan ia dapat menerima mereka. Ia juga memiliki hubungan yang baik dengan ibu Charles yang merupakan seorang Katolik berkulit hitam.
3.   Isabelle Verneuil : Sangat menyayangi kedua orang tuanya dan keluarganya serta ia tidak menginginkan adanya permasalahan di antara keluarganya.
4. David Benichou : Seorang Yahudi, ia adalah seorang pengusahan yang tidak pantang menyerah.
5.    Odile Verneuil : Sangat menyayangi kedua orang tuanya dan keluarganya serta ia tidak menginginkan adanya permasalahan di antara keluarganya.
6.  Rachid Benassem : Seorang Muslim dari Algeria, bekerja sebagai pengacara dan ia adalah seorang yang tempramen.
7. Ségolène Verneuil : Seorang seniman lukis yang emosional, seringkali ia mudah tersinggung maupun terharu yang luar biasa terhadap hal-hal biasa (turunnya salju, lukisan yang dipajang di rumah orang tuanya, dll.)
8.      Chao Ling             : Seorang keturunan Tionghoa dan bekerja sebagai bankir yang sukses.
9.   Laure Verneuil      : Seorang anak yang menyayangi kedua orang tuanya dan keluarganya. Ia juga tidak mau mengecewakan kedua orang tuanya.
10. Charles Koffi : Seorang artist serta pemain teater yang handal. Mempunyai kepribadian yang baik dan menyenangkan serta seorang Katolik.
11.  Andre Koffi  : Seorang primordialis, tidak mudah menerima perubahan dan hidup dalam trauma dan kehati-hatian karena sebagai orang kulit hitam suka dijajah dan menderita. Di akhir cerita, diketahui bahwa ia juga seorang Gaulist.
12. Madeleine Koffi : Ramah dan dapat menerima Laure sebagai menantunya walaupun terdapat perbedaan budaya.
d.      Latar :
1.      Waktu     : Sekitar tahun 2010 an
2.      Tempat    : Di rumah Keluarga Verneuil, Prancis.
3.      Suasana   : Keadaan tenang, walaupun banyak kejadian yang tidak diinginkan oleh Claude dan Marie, tetapi keseluruhan keadaan tetap tenang terkendali.

3.      Nilai-nilai apresiasi
a.      Nilai Hiburan
Cerita yang diangkat oleh film ini kami rasa sangat dekat dengan realita yang terjadi di kehidupan nyata, bagaimana rasisme masih banyak dirasakan dan toleransi sangatlah susah dilakukan oleh sebagian manusia di bumi ini. Sehingga, ketika menonton film ini, film ini bagaikan sebuah tamparan bagi penontonnya dan gambaran bagaimana konyolnya kita sebagai manusia yang tidak bisa menerima perbedaan dan selalu saja memperdebatkan hal yang tidak perlu diperdebatkan, seperti kebudayaan orang yang berbeda-beda.
Film ini semakin menghibur ketika alur ceritanya sampai pada tokoh Laure yang akan menikah dengan seorang berkulit hitam, saudari-saudarinya yang katanya tidak rasis bahkan mengusahakan berbagai cara agar Laure berubah pikiran dan tidak menikahi pria tersebut, sebuah ironi akan manusia yang masih sangat rasis terhadap orang kulit hitam, dibalut dengan sedikit humor dan sindiran.
b.      Nilai Pendidikan/Moral
Film ini menjadikan toleransi sebagai poin penting dalam ceritanya, bagaimana sulitnya menerima orang yang berbeda dengan kita, bukan hanya secara fisik atau hal yang kasat mata tetapi juga kepercayaan, kebiasaan, dan kebudayaan. Dan film ini juga menunjukkan bahwa sesungguhnya semua orang dapat belajar untuk menerima perbedaan daripada harus menolaknya, dengan menerima perbedaan, segala sesuatu menjadi lebih mudah dan menjadikan hidup lebih damai.
Selain itu, sisi kekeluargaan di film ini juga diangkat, mengajarkan bagaimana orang tua selalu ingin anaknya bahagia dan sebia mungkin mendukung keinginan mereka. Keluarga juga tetap hadir dalam keadaan susah ataupun senang, meskipun ada masalah, masalah itu akan dikesampingkan demi keutuhan keluarga.
c.       Nilai Artistik
Film ini mengambil latar di rumah bergaya klasik-modern milik Claude Verneuil dan Marie. Rumah bergaya klasik-modern ini banyak memperlihatkan koleksi barang-barang antik, dan banyak lukisan estetik yang memiliki banyak makna. Salah satunya merupakan lukisan gadis yang murung, memiliki warna dominan hitam yang dilukis langsung oleh anaknya, Ségolène. Tak hanya itu, rumah bergaya klasik-modern ini memiliki halaman yang sangat luas. Dan beberapa adegan mengambil latar di hutan belantara dekat dengan danau.
Selain itu, percampuran budaya yang ada di dalam film ini sangat kental, dapat dilihat dari pakaian yang dikenakan oleh setiap pemeran yang menunjukkan asal mereka. Salah satu contohnya pakaian adat Afrika yang dikenakan oleh Andre Koffi ketika proses pernikahan sang anak. Latar China-Town yang diperlihatkan dalam film tersebut juga mewakili percampuran budaya yang ada di Prancis. Tak lupa dengan pilihan menu makan malam yang disajikan juga memberikan kesan keberagaman karena dimasak sendiri oleh Marie dengan resep yang sesuai dengan asal dan agama menantunya (David Benichou, Rachid Benassem, dan Chao Ling).
Terakhir, yang menambah nilai artistik pada film ini terletak ketika mereka sedang menikmati makan malam lalu turun salju pada saat yang bersamaan. Turunnya salju ini sangat dinantikan karena menambah kesan lembut kepada film tersebut.
Film ini mengambil perpaduan beberapa shot, antara lain long-shot, medium-shot, dan medium close-up.


Sebuah apresiasi film karya:
Ruth Agnesia 165110300111008
Bella Hilmi 165110300111017
Ronaldo Thendean 175110300111013
Wulan Deria 175110301111017

Kamis, 21 November 2019

Resume Hors de Prix



Ce film raconte l’histoire d’une jeune fille qui justifie n’importe quel moyen de devenir riche pour accomplir son style de vie et un homme qui rencontre accidentellement la fille. Bien que l’homme n’ait pas de richesse, mais la lutte qu’ils ont menée pour être ensemble a fait fondre la fille. Enfin, la fille se rend compte que la richesse ne rend pas toujours les gens heureux, mais la personne est ce qui la rend heureuse.

La valeur morale contenue dans ce film n’est pas de faire tous les moyens pour atteindre quelque chose parce qu’il sera mal plus tard. De plus, l’autre valeur morale est que l’argent ne rend pas toujours les gens heureux.







Penulis : Wulan, Ronaldo, Bella H. Ruth

Minggu, 13 Oktober 2019

APRESIASI FILM PERANCIS " Majorité Opprimée "


Apresiasi Film “Majorité Oprimée”



Hasil gambar untuk majorité opprimée

Sutradara : Eléonore Pourriat
Produser : Matthieu Prada
Tahun produksi : 2010
Pemain : Pierre Benezit, Tom Colomer, Josie Borrelly-Llop, Céline Porcel, Jamel Barbouche, Marie Favasuli, Lila Berthier, Adèle Grand, Rehab Benhsaine, Celia Rosich, Céline Menville, Christophe Robert, Marie-Lorna Vaconsin

1. Sinopsis
Film ini menceritakan tentang kehidupan yang “dikuasai”  oleh perempuan. Laki-laki tidak memiliki  pengaruh apapun dalam pengambilan keputusan. Lain halnya dengan kehidupan saat ini, dimana laki – laki lebih mendominasi daripada perempuan dalam pengambilan keputusan dan kepemilikan kekuasaan. Dikisahkan dalam film ini, kehidupan seorang laki-laki yang juga adalah seorang ayah dan suami bernama Pierre. Pierre merasa kehidupan di sekitarnya berubah semenjak gerakan feminis merubah tatanan kehidupan sehari – hari, seperti ketika, Pierre mulai menyuarakan pikirannya mengenai perbedaan perlakuan yang terdapat antara perempuan dan laki-laki, ia juga mengomentari kehidupan temannya sesama suami yang selalu menurut perintah istrinya, melawan perkataan pemulung perempuan, maupun beradu mulut dengan sekelompok perempuan di pinggir jalan. Tetapi saat dia mulai memberontak akan ketidakadilan yang dialaminya, suatu masalah besar menghampirinya.

                            (gambar memperlihatkan scene dimana para perempuan menatap bokong lelaki yang melintasi mereka)
2.    Analisis Intrinsik
a.      Tema : Satir
Satir pada film ini muncul dikeseluruhan film karena diceritakan bahwa perempuan mendominasi kehidupan antara laki – laki dan perempuan. Berikut juga dengan perlakuan perempuan terhadap kaum laki – laki yang suka merendahkan dan menggoda di jalanan. Sangat berbanding terbalik dengan kehidupan nyata sekarang ketika laki – laki lebih mendominasi, dan perempuan ketika berjalan sendiri lebih rentan untuk mendapatkan pelecehan secara verbal maupun seksual.

b.    Alur : Maju
·         Eksposisi : Pembukaan film yang memperlihatkan para perempuan yang terlihat bebas dan percaya diri dengan keberadaan mereka digambarkan dengan seorang perempuan melakukan jogging dengan tidak memakai baju. Terdapat tokoh Pierre sebagai seorang laki –laki, suami, dan ayah. Pada babak ini, Pierre memiliki peran dalam mengurus rumah tangga dan anak.
·         Klimaks : Ketika Pierre sampai di tempat kerjanya dan sedang memarkirkan sepedanya, ia dilecehkan secara verbal oleh sekelompok perempuan. Lalu, ia dengan berani melawan, namun ia mendapatkan kekerasan dan pelecehan seksual dari kelompok perempuan tersebut.
Hasil gambar untuk majorité opprimée
·         Penyelesaian : Pierre yang mendapatkan kekerasan dan pelecehan seksual tersebut melapor ke polisi dan ia mendapatkan respons yang tidak menyenangkan seperti merendahkan kasus tersebut. Setelah itu, ia dijemput oleh istrinya yang pulang bekerja namun sang istri malah menyalahkannya karena baju yang ia kenakan terlalu terbuka, lalu Pierre mengungkapkan bahwa ia muak dengan gerakan feminis yang salah.

c.    Tokoh dan penokohan :
·         Pierre        : Lemah, berjiwa pemberontak, tidak dapat menilai situasi, bertanggung jawab.
·         Nissar       : Penurut, ramah, baik.
·         Polisi        : Tidak tegas, tidak bertanggung jawab, menganggap remeh persoalan.
·         Istri Pierre: Tegas, perhatian, suka menghakimi.

d.   Latar :
1.      Waktu     : Sekitar tahun 2010 an
2.      Tempat    : Prancis
3.      Suasana   : Keadaan tenang, tetapi terlihat jelas bahwa perempuan yang memegang kendali
pada saat itu.

3.    Nilai-nilai apresiasi
a)      Nilai Hiburan
Kami merasa terhibur sepanjang film ini ditampilkan. Penggambaran peran antara perempuan dan laki-laki yang terbalik perilakunya sangat menggelitik. Sindiran-sindiran yang terdapat dalam film mengenai kaum lelaki sangat sesuai dengan kehidupan, sehingga sangat berkaitan dengan pengalaman yang kami dapatkan sehari-hari.

b)     Nilai Pendidikan/Moral
Film ini mengangkat sebuah isu yang terkait dengan mendominasinya salah satu gender di dalam kehidupan. Dapat diketahui dalam film ini bahwa sebagai manusia, kita harus saling menghargai satu sama lain. Gender bukanlah sebuah superioritas yang pada akhirnya dapat memecah belah kehidupan menjadi berkelompok. Dengan adanya perbedaan tersebut, seharusnya menjadi warna dalam kehidupan sehingga kita dapat saling menghargai perbedaan satu sama lain.

c)      Nilai Artistik
Pada saat pembukaan film, sang sutradara menggambarkan tentang kehidupan yang terjadi di masa kini tetapi dalam sudut pandang perempuan, di mana perempuan melihat lelaki dengan tatapan memuja dan menginginkan. Tampilan film dari awal sampai akhir sangat nyaman dipandang, karena sutradara melakukan pengambilan gambar antara batas frame dan jarak kepala pemeran dengan sangat baik. Penggambaran tokoh serta ekspresi yang ditampilkan oleh para tokoh cukup menjiwai sehingga penonton dapat merasakan apa yang terjadi dalam jalan cerita film tersebut. Color grading yang digunakan dalam menggambarkan isi film tersebut sangat baik dan tidak menyakiti mata. Tidak dijelaskan secara gamblang latar tahun cerita ini namun dapat dilihat dari segi pakaian yang digunakan oleh para pemainnya bahwa film ini mengambil latar tahun 2000-an. Transisi pada film yang digunakan halus sehingga menciptakan harmoni pada keseluruhan film tersebut.


Sebuah apresiasi film karya:
Ruth Agnesia 165110300111008
Bella Hilmi 165110300111017
Ronaldo Thendean 175110300111013
Wulan Deria 175110301111017

Selasa, 21 November 2017

Rabu, 08 November 2017

Night Christmas

Night Christmas

Paule Ka red dress
8.781.505 IDR - halsbrook.com

Topshop trench coat
2.026.500 IDR - topshop.com

Gianvito Rossi tan boots
21.953.765 IDR - shop.harpersbazaar.com

Michael Kors satchel purse
4.025.980 IDR - macys.com

Gucci golden earring
6.326.035 IDR - julian-fashion.com

Ashley Pittman bangle bracelet
7.633.155 IDR - neimanmarcus.com

Gucci glasses
5.201.355 IDR - gucci.com

Vera Bradley fringe scarve
513.380 IDR - verabradley.com

Nyx lipstick
675.500 IDR - beautyplussalon.com

Quote wall decal
107.270 IDR - amazon.com